Hanya Dira, satu-satunya wanita yang tidak pernah menuntut apapun dariku. Bahwa aku ada, itu sudah lebih dari cukup. Bila aku pulang terlambat dan langsung terlelap, ia tidak pernah kesal. Senyum selalu terkembang di bibir tipisnya. Keteduhan tatapannya selalu menghadirkan kedamaian.
Akupun sangat akrab dengan anak-anaknya, Lukman dan Deza, yang lucu dan manis. Mereka sering berebut perhatianku. Aku memang lelaki liar yang suka anak-anak.
Aku jarang berjumpa suaminya. Dia laki-laki yang baik, tapi entah mengapa aku tidak suka padanya. Dan seolah mengerti perasaanku, ia pun tidak pernah nyaman bila aku ada. Tatapan matanya selalu menyiratkan kejengkelan. Aku tidak pernah sudi tersenyum padanya.
Aku sering berkelahi dan selalu menang. Hampir semua perkelahianku dipicu rasa cemburu. Bukan salahku dilahirkan begini tampan sehingga para betina itu selalu ingin dekat.
Jika suaminya tidak ada, Dira sering memelukku dan memanggilku Don Juan-nya. Ahh…
“Toby!” panggilan mesra wanita itu membuyarkan lamunanku. Suara merdu itu selalu membuat hatiku hangat. Seraut wajah cantik menatapku penuh cinta.
“Meong,” sahutku seraya menggosokkan kepala ke kakinya--ungkapan kerinduan khas kucing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar