Selasa, 08 Juli 2008

SAWAH PENULIS

Suatu hari rekan penulis bernama Arde bertanya: Rekan penulis tangguh, sawah kita berupa apa ya? Maka izinkan saya menjawabnya sebatas pengetahuan saya yang masih sangat terbatas ini. (Jika ada yang ingin menjumpai Arde, add awisben di YM Anda. Dia belum punya blog!)

1. LUMBUNG IDE
Tiap penulis harus punya stok embrio konsep/ide cerita yang siap pakai. Oleh karena itu buatlah lumbung ide yang berisi minimal lima ide cerita. Tiap kali satu konsep/ide cerita dieksekusi, kita harus tambahkan konsep/ide cerita baru.

2. KARAKTERISASI
Lakukan pendalaman untuk menghidupkan karakter-karakter yang kita ciptakan. Kita harus menganggap mereka sungguh-sungguh eksis, bahkan kita harus tahu pasta gigi apa yang mereka gunakan. Bagaimana caranya? Kita harus sudi bercakap-cakap dengan karakter ciptaan kita. Luangkan beberapa menit dalam satu hari untuk bicara dengan mereka. Cari tempat yangmemberi keleluasaan untuk melakukan hal ini (supaya tidak dikira gila, kekeekekkkk...) dan lakukan terus-menerus sampai pertanyaan-pertanyaan dalam benak terjawab dan keinginan serta perasaan tiap karakter menjadi jelas. Kondisikan perasaan kita sehingga kita menjadi sangat gemas, rindu, tidak sabar untuk melakukan sesuatu bagi atau terhadap karakter kita. Perasaan gemas semacam ini akan menciptakan letupan rasa yang mengejutkan pembaca, bahkan diri kita sendiri.

3. MEMORI FOTOGRAFIS
Kita perlu memperkaya memori fotografis kita. Ini sangat berguna untuk membantu kita mendeskripsikan latar. Kita perlu mengumpulkan gambar dan foto tempat-tempat, bercakap-cakap dengan orang yang baru melakukan perjalanan, atau menjelajahi situs-situs perjalanan (meskipun kita sendiri tidak punya cukup kocek untuk melakukan perjalanan, hihihiiiii...).

4. JEJARING
Penulis harus selalu memperluas jejaring di antara sesama penulis, dengan penulis senior, dengan penerbit, dengan sutradara, dengan produser, dll. Dengan membuka diri dan melakukan pendekatan pribadi, insya Allah pintu rizki akan semakin banyak dan terbuka semakin lebar.

5. PERANGKAT KERAS & LUNAK
Ini juga termasuk sawah kita. Kita harus merawat baik-baik komputer, printer, dan software kita. Termasuk juga mengorganisir data-data yang ada di dalamnya. Lakukan defragmentasi secara berkala dan teratur. Bersihkan virus-virus.

6. KEBERANIAN UNTUK DIKRITIK
Ah... hidup memang penuh kelakar.Ada cerita-cerita yang kita anggap indah, menyentuh, mendalam, tapi bagi beberapa orang terkesan tolol dan mengada-ada. Ada cerita-cerita yang kita ciptakan spontan dan tanpa perenungan berkepanjangan, tapi menimbulkan pesona bagi beberapa orang. Oleh karena itu jangan pernah takut pada hal yang bernama kritik. Semua penulis--entah itu modul, tes, skenario, fiksi, non fiksi--sebetulnya sama saja, harus melalui proses revisi yang panjang dan berliku, penulisan ulang, rapat naskah, dll. Di sana selalu ada kemungkinan tulisan kita dipertanyakan kebenarannya, dipandang sebelah mata, dicela, dicaci, bahkan ditertawakan hingga meja di hadapan kita terguncang-guncang (bukan karena dianggap lucu tapi karena dicap konyol!). Kritik adalah vitamin untuk penulis. Percayalah, tanpa kritik kita tidak akan meraih kemajuan apapun.

7. IMAN YANG TERPELIHARA
Yakinlah bahwa jika kita merasa perjuangan kita tidak bertepi, itu adalah keistimewaan yang diberikan Tuhan agar kita terus berkreasi. Cerita macam apa yang bisa diharapkan dari penulis yang tidak pernah susah, merasakan peristiwa yang nyaris mematikan, mengalami kehilangan, melalui kemelut dan dilema, menghadapi tubian kekecewaan? Itu semua adalah cara Allah untuk memberi kita ide cerita. Jika hidup kita ruwet lahir-batin, kita justru harus bersyukur. Itu adalah ide cerita gratis dari Allah. Jangan berputus asa hanya karena konsep acara TV kita telanjur diberikan pada TV dan akhirnya digarap penulis lain. Juga jangan berhenti menulis karena naskah buku kita yang sudah sekian jilid diserahkan, tidak kunjung diterbitkan oleh penerbit yang semula sudah melambungkan harapan kita ke langit ke tujuh (halah, curhat colongan, wakaakkaaa). Menulislah untuk menulis itu sendiri. Jangan pikirkan bagaimana rupa buku yang akan terbit, bagaimana hasil eksekusi skenario kita, atau berapa rupiah yang akan kita dapatkan. Jangan. Menulis saja. Menulis terus. Lakukan dengan sepenuh hati. Dan yang lain akan datang dengan sendirinya. Tanpa dipaksa. Karena hasil dari kerja keras kita bukan di tangan kita, melainkan dalam genggaman Sang Maha Menulis Skenario, Sang Maha Menciptakan Karakter, Sang Maha Pencipta yang menciptakan semua latar bahkan hingga adegan terkecil yang dilakoni oleh mahluk-mahluk terkecil seperti bakteri dan amuba.
Tetap menulis. Semangat!

2 komentar:

  1. saya mampir, kak!
    mari menggarap sawah!!
    cool!!!
    sejauh ini kelemahan saya di memori fotografis. Bkn karna ga pernah jalan2, tp sulit bnr mendeskripsikan setting cerita.
    saya suka poin ke7. Wow! positive thinking abisss.. ayo tetap menulis, walopun ga laku2!! haha.. yup! Karna menulis adl pekerjaan terhormat, pekerjaan intelektual, pekerjaan yg otonom/bebas, pekerjaan yg membahagiakan diri sendiri dan org lain, dan menulis adl pekerjaan yg kreatif.

    BalasHapus
  2. wah...masih susah ya punya semua itu secara berbarengan dan konsisten..kadang ada kondisi subyektif yang menempatkan kita di titik nadir.
    maklumnya penulis juga seniman hehehehhehehe

    BalasHapus